Sabtu, 29 Oktober 2011

Sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian

Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di pulau jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang popular dengan sebuatan wali songo. Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berpusat di Demak Jawa Tengah.

Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam.

Para ulama yang sembilan (wali songo) dalam menangguangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN.

ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain.

Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari’at Islam tanpa reseve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.

Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati.

Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari’at Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman. Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang radikal. aliran ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan syari’at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam abangan.

Dengan ajarah agama Hindu yang terdapat dalam kitab Brahmana. Sebuah kitab yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati roh-roh untuk menghormati orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna besar dan Yajna kecil.
Yajna besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan Somayjna. Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.

Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian yaitu : Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan Aghrain. Dari empat macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara menghormati roh-roh orang yang sudah mati.

Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah mati, sebelum memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali kedunia ada yang menjadi dewa, manusia, binatang dan bahkan menjelma menjadi batu, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup, dari 1-7 hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada hari ke 40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah keluarganya. Maka dari itu, pada hari-hari tersebut harus diadakan upacara saji-sajian dan bacaan mantera-mantera serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa agar rohnya si pulan menjalani karma menjadi manusia yang baik, jangan menjadi yang lainnya.

Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan aghnideya, yaitu menyalakan api suci (membakar kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si pulan yang dituju. Selanjutnya diteruskan dengan menghidangkan saji-sajian berupa makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke para dewa, kemudian dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para pendeta agar permohonannya dikabulkan.

Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar adat istiadat lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna dimasuki unsur keislaman.
Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama (wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
“Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat istiadat lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid’ah”.
Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut : “Saya sangat dengan pendapat Sunan Kali Jaga”.

Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan keinginannya. Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang kemudian dikenal dengan nama nelung dino, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyewu.
Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang yang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran kleni / aliran kepercayaan yang berbau Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut “Manunggaling Kaula Gusti” yang artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah dilakukan.

Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti itu hidup subur sampai sekarang.

Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi pra raja Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menegakkan syari’at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.

Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama. Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang Amangkurat I yang keparat itu.

Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai pengganti ayahnya, ia membela, dendam terhadap Truno Joyo yang menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC menyerang Giri Kedaton dan semua upala serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan semua keturunan Sunan Giri dihabisi pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu adalah ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.

Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan khurafat dan bid’ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.

Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akan tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam, yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.

Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang diberi nama “Nahdhotul Ulama” yang disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu keputusan yang antara lain : “Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di masyarakat”. Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang.

Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan dalam upacara kemagian hanya dikenal di Jawa saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini. Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan dalam kematian ini.

Dengan sudah tahunya sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian yang terurai diatas, maka kita tidak akan lagi mengatakan bahwa upacara kematian adalah ajaran Islam, bahkan kita akan bisa mengatakan bahwa orang yang tidak mau membuang upacara tersebut berarti melestarikan salah satu ajaran agama Hindu. Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam, bahkan tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa kita orang Islam justru melestarikan keyakinan dan ajaran mereka.

Tak cukupkah bagi kita Sunnah Rasulullah yg sudah jelas terang benderang saja yg kita kerjakan. Kenapa harus ditambah-tambahin/mengada-ngada. Mereka beranggapan ajaran Rasulullah masih kurang sempurna.

Mudah-mudahan setelah kita tahu sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, kita mau membuka hati untuk menerima kebenaran yang hakiki dan kita mudah-mudahan akan menjadi orang Islam yang konsekwen terhadap ajaran Alloh dan RosulNya.

Ada satu hal yang perlu kita jaga baik-baik, jangan sekali-kali kita berani mengatakan bahwa orang yang matinya tidak ditahlil adalah kerbau. Menurut penulis, perkataan seperti ini termasuk dosa besar, karena berarti Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya serta kaum muslimin seluruh dunia selain orang pulau Jawa yang matinya tidak ditahlili adalah kerbau semua.
Na’udzu billahi mindzalik

Penulis
SUHADI

Daftar Literatur
1. K.H. Saifuddin Zuhn, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, Al Ma’arif Bandung 1979
2. Umar Hasyim, Sunan Giri Menara Kudus 1979
3. Solihin Salam, Sekitar Wali Sanga, Menara Kudus 1974
4. Drs. Abu Ahmadi, Perbandungan Agama, Ab.Siti Syamsiyah Solo 1977
5. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Tri Karya, Jakarta 1961
6. Hasil wawancara dengan tokoh Agama Hindu.
7. A. Hasan, Soal Jawab, Diponegoro Bandung 1975

Artikel ini dibuat oleh http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4135127 ,saya merasa contentnya sangat mencerahkan sehingga merasa perlu disebarluaskan.

Kamis, 21 Juli 2011

Nabi Muhammad SAW dan Pengemis Buta


Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW yang dihinanya setiap hari. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu pun kebiasaan Rasulullah yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.” “Apakah Itu?,” tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana,” kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, ”Siapakah kamu?” Abubakar RA menjawab, ”Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).” ”Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu.
”Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, ”Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”

Mendengar penjelasan Abubakar RA, seketika itu juga pengemis itu meledak tangisnya, sangat menyesal, dan dalam basahnya air mata ia berkata, ”Benarkah itu? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia, begitu agung…. ”

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Jumat, 29 April 2011

Dikisahkan, bahawasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka'bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: "Ya Karim! Ya Karim!" Rasulullah s.a.w. menirunya membaca "Ya Karim! Ya Karim!"

Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka'bah, dan berzikir lagi: "Ya Karim! Ya Karim!" Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya "Ya Karim! Ya Karim!"

Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata: "Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, kerana aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah."

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: "Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?"

"Belum," jawab orang itu.

"Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?"

"Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya," kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: "Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!"

Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya. "Tuan ini Nabi Muhammad?!"

"Ya" jawab Nabi s.a.w.

Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya: "Wahal orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan serupa itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya."

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: "Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: "Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!"

Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata: "Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!" kata orang Arab badwi itu.

"Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?" Rasulullah bertanya kepadanya.

'Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,' jawab orang itu. 'Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!'

Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:

"Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya kerana tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahawa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di surga nanti!" Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila mendengar berita tersebut. la Ialu menangis krna tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

*buat umat muslim nih yang ngefans sama artis idolanya, ada artis yg jauh lebih ngetop dan jauh lebih baik akhlaknya, 14 abad masih tersiar kebaikannya, yaitu Rasulullah.... bukan artis hollywood loh.

Selasa, 22 Maret 2011

Cintailah Kedua Orang Tuamu...!!!

i love u mom, i love u dad .... !!!!
  1. Waktu kamu berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu .... Sebagai balasannya .... Kau menangis sepanjang malam.
  2. Waktu kamu berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan, sebagai balasannya .... Kamu kabur waktu dia memanggilmu
  3. Waktu kamu berumur 3 tahun, dia memasak semua makananmu dengan kasih sayang .... Sebagai balasannya .... Kamu buang piring berisi makananmu ke lantai 
  4. Waktu kamu berumur 4 tahun, dia memberimu pensil warna .... Sebagai balasannya .... Kamu corat coret tembok rumah dan meja makan 
  5. Waktu kamu berumur 5 tahun, dia membelikanmu baju-baju mahal dan indah .... Sebagai balasannya .... Kamu memakainya bermain di kubangan lumpur 6. Waktu berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah ... Sebagai balasannya .... Kamu berteriak " n ggak mau ....!"
  6. Waktu berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola .... Sebagai balasannya kamu melemparkan bola ke jendela tetangga Waktu berumur 8 tahun, dia memberimu es krim .... Sebagai balasannya.... Kamu tumpahkan dan mengotori seluruh bajumu
  7. Waktu kamu berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus-kursusmu, sebagai balasannya .... Kamu sering bolos dan sama sekali nggak mau belajar
  8. Waktu kamu berumur 10 tahun, dia mengantarmu kemana saja, dari kolam renang sampai pesta ulang tahun ..... Sebagai balasannya .... Kamu melompat keluar mobil tanpa memberi salam
  9. Waktu kamu berumur 11 tahun, dia mengantar kamu dan temen-temen kamu kebioskop .... Sebagai balasannya .... Kamu minta dia duduk di barisan lain 
  10. Waktu kamu berumur 12 tahun, dia melarangmu melihat acara tv khusus untuk orang dewasa .... Sebagai balasannya .... Kamu tunggu sampai dia keluar rumah 
  11. Waktu kamu berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut karena sudah waktunya, sebagai balasannya .... Kamu bilang dia tidak tahu mode
  12. Waktu kamu berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kemahmu selama liburan .... Sebagai balasannya .... Kamu nggak pernah menelponnya
  13. Waktu kamu berumur 15 tahun, pulang kerja dia ingin memelukmu .....Sebagai balasannya .... Kamu kunci pintu kamarmu
  14. Waktu kamu berumur 16 tahun, dia mengajari kamu mengemudi mobil .... Sebagai balasannya .... Kamu pakai mobilnya setiap ada kesempatantanpa mempedulikan kepentingannya 
  15. Waktu kamu berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telpon yang penting.... Sebagai balasannya .... Kamu pakai telpon nonstop semalaman
  16. Waktu kamu berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kamu lulus sma .... Sebagai balasannya .... Kamu berpesta dengan teman-temanmu sampai pagi
  17. Waktu kamu berumur 19 tahun, dia membayar semua kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama .... Sebagai balasannya .... Kamu minta diturunkan jauh dari pintu gerbang biar nggak malu sama temen-temen
  18. Waktu kamu berumur 20 tahun, dia bertanya "darimana saja seharian ini?".... Sebagai balasannya .... Kamu menjawab "ah, cerewet amat sih, pengen tahu urusan orang" 
  19. Waktu kamu berumur 21 tahun, dia menyarankanmu satu pekerjaan bagus untuk karier masa depanmu .... Sebagai balasannya .... Kamu bilang "aku nggak mau seperti kamu" 
  20. Waktu kamu berumur 22 tahun, dia memelukmu dan haru waktu kamu lulus perguruan tinggi .... Sebagai balasanmu .... Kamu nanya kapan kamu bisa main ke luar negeri 
  21. Waktu kamu berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu .... Sebagai balasannya .... Kamu ceritain ke temanmu betapa jeleknya furniture itu
  22. Waktu kamu berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencana di masa depan .... Sebagai balasannya .... Kamu mengeluh "aduh gimana sih kok bertanya seperti itu" 
  23. Waktu kamu berumur 25 tahun, dia membantumu membiayai pernikahanmu.... Sebagai balasannya .... Kamu pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km
  24. Waktu kamu berumur 30 tahun, dia memberimu nasehat bagaimana merawat bayimu .... Sebagai balasannya .... Kamu katakan "sekarang jamannya sudah beda"
  25. Waktu kamu berumur 40 tahun, dia menelponmu untuk memberitahu pesta salah satu saudara dekatmu .... Sebagai balasannya kamu jawab "aku sibuk sekali, nggak ada waktu"
  26. Waktu kamu berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu .... Sebagai balasannya .... Kamu baca tentang pengaruh negatif orang tua yang numpang tinggal di rumah anaknya.
Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang .... Dan tiba-tiba kamu teringat semua yang belum pernah kamu lakukan .... Dan itu menghantam hatimu bagaikan pukulan godam

*source from someone

Rabu, 02 Februari 2011

Katak Kecil Yang Tuli.

Tumben nih lagi ada cukup informasi yang ingin saya share, sedikit yang ingin ceritakan tentang sebuah alkisah dongeng mengenai hewan, yaa... mirip dongeng sebelum tidur dan semoga nantinya pun bisa jadi penyemangat pribadi setelah anda bangun nanti.

Alkisah sebuah cerita tentang katak kecil.
Pada suatu hari yang cerah, dalam memperingati sebuah perayaan dari kemerdekaan negeri merah putih. Diadakan lomba memanjat menara yang sangat tinggi dengan hadiah yang sangat menarik.
Sekumpulan katak-katak kecil saling berlomba-lomba siapa yang tercepat dengan tujuan mencapai puncak tertinggi dari menara yang telah ditentukan.
Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan dan memberikan semangat kepada para peserta.
Pekik terompet di kumandangkan, genderang bedug di perdengarkan dan perlombaan pun dimulai.
Dalam hati sejujurnya, tak satupun para penonton benar-benar percaya bahwa katak-katak kecil akan berhasil mencapai puncak menara.
Terdengar ada yang berkata : "Oh, jalannya terlalu susaaaaaahhh... !!! Mereka TIDAK AKAN BISA sampai ke puncak".
Yang lainpun berkata : "Tidak ada kesempatan untuk berhasil... Menaranya terlalu tinggi".
Katak-katak kecil mulai berjatuhan, satu-persatu... Kecuali mereka yang tetap bersemanagat menaiki perlahan-lahan semakin tinggi... dan semakin tinggi...
Penonton terus dan makin bersorak : "Terlalu susah... !!! Tak seekorpun yang akan berhasil...!!! Menyerahlah......!!!".
Lebih banyak lagi katak kecil yang terlalu lelah dan menyerah... Tapi ada SATU yang tetap melangkap hingga semakin tinggi dan tinggi meski berulang kali terjatuh...
Dia tak kenal menyerah kalah...!!!
Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara. Kecuali seekor katak kecil yang begitu berusaha keras dan menjadi satu-satunya yang BERHASIL sampai ke PUNCAK...!!!
Semua katak kecil yang lain penasaran dan ingin tahu bagaimana katak ini mampu melakukannya...?
Seekor peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil itu mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuannya...?
Ternyata... Katak yang menjadi pemenang itu TULI...!!!

========================================
Hemm... apa hikmah yang dapat diambil dari cerita ini...?
Sesungguhnya jangan sekali-sekali mendengar perkataaan orang lain yang mempunyai kecenderungan negatif ataupun pesimis... karena mereka akan mengambil sebagian besar mimpi dan menjauhkannya dari kita.
Selalu ingat kata-kata bertuah yang ada.
Karena segala sesuatu yang kita dengar dan kita baca akan mempengaruhi perilaku kita...!!!
Karena itu... Selalu tetap bersikap POSITIVE..!!!
Dan yang terpenting.
Bersikap TULI jika ada orang yang mengatakan bahwa kita tidak bisa mencapai cita-cita kita, selalu berfikir.. "I Can Do This..!!!"... saya mampu dan saya pasti berhasil.

*Semoga bermanfaat bagi yang membacanya.

Senin, 24 Januari 2011

Bila.... ( puisi renungan di kala merindukan rasulullah )


Bila Maulana Muhammad,
Rasulullah yang mulia,
datang mengunjungi kita,
barang sehari atau dua.
Bila tiba-tiba kekasih Tuhan itu datang
tak disangka-sangka,
apakah yang akan kita lakukan?

Akankah kita menyediakan ruangan terbaik,
bagi tamu kita yang terhormat itu,
Maulana Muhammad Rasulullah SAW,
dan kita akan meyakinkannya
bahwa kita begitu berbahagia
dikunjungi olehnya. Melayaninya
adalah suatu kehormatan yang tak terkira.

Lalu apabila hari itu datang,
bila Maulana mengetuk pintu rumah kita
dan mulai menyapa dengan salam,
“Assalâmu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh,”
Apakah kita akan menjawabnya
dengan kata-kata biasa, seperti keseharian kita,
“Hei Rasul, selamat malam! Duduklah! Apa kabar?”

Ini bila, bila Maulana Rasulullah yang agung itu,
pujaan kita, datang ke rumah kita,
apakah kita harus mengganti pakaian
sebelum menyilakannya masuk?
Mengganti penampilan
agar lebih sopan dan pantas,
atau bagaimana?

Lalu bila ia mulai melangkah masuk,
perlukah kita menyembunyikan seluruh
majalah dan koran-koran kuning
sambil mengedepankan Al-Quran
dari posisinya yang paling bawah
dan membersihkannya dari debu-debu
dan berkata, “Wahai Rasul,
ini Al-Quran ya Rasul,
setiap hari aku membacanya!”
Atau bagaimana?

Bila Rasulullah tersenyum ke arah kita,
sementara televisi menyala,
majalah-majalah terbuka, bagaimana?
Apakah kita akan segera
mematikan dan menutupnya?
Haruskah kita menjelaskan kepadanya,
“Ini majalah orang dewasa, wahai Rasul,
dulu tidak ada. Ini infotainment, ya Rasul.
Ini film Holywood!”
Atau bagaimana?

Ya, bila Rasulullah datang ke rumah kita,
mengetuk pintu rumah kita, bagaimana?

Bila ia mulai melangkah masuk ke rumah kita
bila ia tersenyum ke arah kita
bila ia menyapa kita
bila ia menyalami kita, bagaimana?

Bila pipi kita bersentuhan
dengan pipi-pipi sucinya
bila mata kita bertemu
dengan tatapan sucinya
bila telinga kita mendengar salam
dari lisan sucinya,
bagaimana?

Dan bila kita sedang mendengarkan
musik yang begitu indah
dan kita dengar musiknya mengentak,
lalu pinggul kita mulai bergoyang
seperti goyang penyanyinya yang telanjang
apakah kau akan berkata padanya,
“Musik, ya Rasul! This is music ya Rasul.
Rasul mau ikut berjoget? Enak ya Rasul?”
Atau bagaimana?

Rumit. Ya, Terlalu banyak
yang harus kita jelaskan kepadanya.
Tentang semuanya.

Ini bila,
bila Maulana Muhammad Rasulullah
mengunjungi kita, masihkah
kita memakai kata-kata lazim
yang selalu pedas dan kotor itu,
“Anjing! Goblok! Setan!”
Atau bagaimana?

Bila Rasulullah memutuskan
untuk bermalam di rumah kita,
akankah kita mengalami
kesulitan di saat makan?
Misalnya, untuk mengucapkan rasa syukur
dengan berkata, “Alhamdulillâhirabbil’âlamîn,”
Atau bagaimana?

Akankah kita kesulitan saat harus
mengucapkan ketakjuban kita
dengan berkata, “Subhanallah”
akankah kita kesulitan untuk menyesali
kesalahan kita dengan bekata,
“Astagfirullahaladzhim”
Atau bagaimana?

Atau masihkah kita
memakai kata-kata biasa,
Seperti kata-kata yang biasa
kita pakai di keseharian kita,
“Aduh, Anjing, Goblok!”

Lalu yang lebih menarik lagi,
mampukah kita bangun subuh
dari kebiasaan kita bangun siang?
Akankah kita berkata
pada Rasul yang mulia itu,
“Baginda Rasul, bangun pagi
adalah kebiasaan kami, ya Rasul.
Sebelum azan awal pun
kami sudah bangun, ya Rasul!
Kami tak usah dibangunkan mu’azin.
Shalat subuh adalah hobi kami!”
Atau bagaimana?

Dan apabila Rasulullah mengajak kita
berjalan-jalan di kota.
Ke mall, ke restoran,
ke toko-toko, ke seluruhnya.
Ke bioskop, ke bar, ke semuanya.
Ke tempat disko, di kota kita yang indah,
bagaimana?

Apakah kita akan menjelaskan kepadanya,
di toko, “Ya Rasul, ini pakaian dalam!
Ini pakaian luar, ya Rasul!”

Menarik bukan?
Kita harus menjelaskan semuanya!

Kalau kau berpikir suatu saat
Rasulullah datang mengunjungi kita...
Lalu bagaimana bila dua hari itu selesai
dan Maulana Rasulullah harus pulang?
Apakah kita akan berkata,
“Huh bebas! Akhirnya dia pulang juga! Merdeka!”
Atau bagaimana?

Kau, kalian, kita semua harus menjelaskannya!

Atau akankah kita menatap lekat punggungnya
dengan kesedihan luar biasa, bila Rasulullah Saw.
yang kita cintai itu lari,
bila tamu kita yang agung nan surgawi itu
pulang untuk selama-lamanya
dengan punggung yang menjauh,
menjelma sunyi, meninggalkan kita semua.
Bagaimana?

Apakah kita akan membacakan
shalawat untuknya?
Bila “ya”, apakah kita
memang hafal bacaan shalawat?

Bila Rasulullah Saw. pulang
dari rumah kita, dan tak akan pernah
berkunjung lagi, akankah kita selalu rindu,
akankah kita menyesal
telah menyia-nyiakan kunjungannya
sambil bersenandung syahdu,
“Ya Rasul salâm ‘alaika…
Ya Nabi salam alaika...
Ya habîb salâm ‘alaika..
Shalawâtullâh ‘alaika…”
Atau bagaimana?

Bila ia datang, bila kita menjamunya
bila ia pulang, bila ia lari meninggalkan kita
bila ia tak akan berkunjung lagi ke rumah kita
bila kita tak akan menemuinya lagi
bila kita tak akan menatapnya lagi
bagaimana?

Ini bila
bila Rasulullah, Maulana Muhammad
datang ke rumah kita;
kau, kita, harus menjelaskan semuanya!

Digubah dari puisi karya Camelia Bader, penyair Pakistan, berjudul Aku Ingin Tahu.
*Akhirnya saya menemukan puisi ini, pertama kali saya dengarkan ketika saya sedang mengikuti talk show di Al Azhar, sungguh sebuah puisi yang menginspirasi sekaligus mengingatkan pribadi diri.

Mencari makanan yang paling lezat...!!!

Browsing... salah satu aktivitas saya yang bisa membunuh waktu, entah apakah baca berita, lihat-lihat artikel atau memandang gambar yang banyak berkeliaran di halamannya paman Google, secara tidak sengaja sebuah gambar yang saya temukan, membuat saya merasa tersentil dan mampu menggugah kenangan lama yang sering kali saya terlupa.

Kalau diperhatikan gambar diatas, betapa mirisnya melihat seorang anak kecil yang mengais sepotong roti demi memenuhi rasa lapar perutnya yang meronta-ronta memerangi kerasnya kehidupan. Mungkin bagi saya... melihat pemandangan seperti itu saat ini tidaklah mudah, jika bercermin pada kehidupan lingkungan sekitar saya, lingkungan yang penuh dengan kemapanan, meskipun standart mapan bagi saya maupun orang lain juga bisa jadi berbeda.

Untuk sementara, saya tidak ingin membahas soal kemiskinan atau ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, karena saya sendiri merasa, bukanlah proporsi saya untuk bicara akan hal itu, orang-orang yang duduk sebagai pejabat pemerintahan, tentunya cukup pintar atau setidaknya merasa lebih pintar dari rakyatnya untuk mengatur wilayahnya.

Yang ada di benak saya justru kata-kata ayah saya ketika saya masih muda... hehehe, ternyata mengaku juga kalau sekarang sudah tidak muda, mungkin tepatnya lebih dewasa kali ya... ^^

"Mangan kuwi lawuhe sing enak yo luwe" kira-kira seperti itulah pesan dari ayah saya, untuk orang yang bisa bahasa jawa pasti faham, untuk yang masih bingung artinya kira-kira kalau di terjemahkan menggunakan google translate seperti ini "makan itu paling enak dengan lauk rasa lapar", sebuah pesan yang sederhana tapi kalau dicerna dengan nalar sungguh maknanya jauh luar biasa.

Seringkali kita (termasuk saya sendiri) merasa bosan dengan menu masakan yang kita jumpai sehari-hari, bosan dengan masakan ibu, istri sendiri ( jangan istri orang lain ya...!!! ), menu kantin, atau warteg yang sering jadi langganan setiap saat kecuali sama mbak-mbak yang jualan di warteg sih... hehehe.

Di sadari atau tidak, sebenarnya kunci dari kelezatan makanan yang nantinya bakal dinikmati, terletak pada seberapa besar rasa lapar yang dirasakan, semakin besar rasa lapar itu ada, semakin keras perut ini berdendang, maka semakin lezat pula makanan yang akan kita makan, tentunya selain fisik juga dalam kondisi sehat.

Semakin kuat kita menahan rasa lapar itu tiba, semakin besar rasa sabar yang akan dilatih oleh diri kita, semakin sering kita bersabar semakin lapang hati ini menghadapi segala macam persoalan kehidupan yang mungkin tidak lebih sulit dari sekedar menahan rasa lapar sesaat.

Jadi... sebagai penutup coretan saya untuk selalu introspeksi diri sendiri, sebaiknya mulai saat ini marilah kita berprinsip "makanlah di saat kita benar-benar lapar dan berhentilah sebelum terlalu kenyang", agar makanan menjadi jauh terasa lebih nikmat dan kita tidak merasa jenuh karena terlalu berlebihan.